Saleuëm


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.... Kru Seumangat .... Saudara-saudaraku yang telah singgah dalam blog saya. Jangan lupa tinggalkan buah tangan saudaraku dengan meninggalkan sepatah dua kata sebagai nasehat terhadap saya. Buah tangan saudaraku bisa diketik pada comment yang tersedia di bawah setiap halaman dalam blog ini.

May 14, 2009

Layanan pasien di Rumah Sakit


Sekitar bulan pertengahan Februari saya harus ke gawat darurat di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh. Kemungkinan sakit batu karang dalam ginjal saya kambuh. Saya pernah mengalami sakit seperti ini tahun 2000 di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat.

Waktu itu saya masih bujangan dan tinggal serumah dengan Almarhum Mukhlis. Beliau berasal dari Calang dan sama-sama dengan kami ke USA. Beliau meninggal karena penyakit hepatitis B dan disemayamkan di Harrisburg, Pensylvania. Setelah bergelut dengan hepatitis selama 2 tahun Tuhan menghendaki menghentikan penderitaan dengan memanggilnya ke alam baqa. Sebelum meninggal beliau sempat kami rawat di rumah saya selama 2 bulan.

Di Utah, sakit yang sangat kuat dan tidak pernah saya rasakan seumur hidup saya diatas pinggang saya bagian belakang. Mukhlis mengantar saya dengan mobilnya ke University Hospital of Utah. Saya terus masuk ke "emergency room". Biasanya di Amerika, yang benar-benar emergency akan dirawat dengan secepatnya. Kalau hanya sakit flu biasa atau demam, lebih baik mencoba dulu dengan ubat luar, jika benar-benar tidak ada perubahan baru ke gawat darurat. Jika tidak bersiap-siaplah untuk menunggu sehingga 8 jam baru ada perawatan.

Begitu sampai di emergency room, saya tidak duduk di kursi, karena teramat sakit saya berguling-guling di lantai. Begitu pihak rumah sakit melihat saya dalam keadaan begitu, mereka bergegas mengambil saya dan memasukkan dalam kamar pemeriksaan. Disini tidak ada istilah diskriminasi kaya miskin, hitam putih, besar kecil atau tua muda. Siapa yang lebih parah sakitnya akan mendapat layanan lebih dulu.

Di kaca pendaftaran pasien tertulis perkataan yang ditandatangani oleh kepala rumah sakit yang menjelaskan kepada semua bahwa di rumah sakit tersebut tidak ada istilah diskriminasi. Ataupun jika ada perawat yang merawat atau yang mengambil biodata pasien dan menanyakan tentang kesanggupan untuk melunaskan biaya rumah sakit, jika kita laporkan ke pihak atasan mereka akan dipecat "on the spot".

Saya terus didorong kedalam kamar, terus datang perawat dan bertanya pada saya, "dimanakah yang sakit? Apakah disini? Minta maaf jika pelayanan saya terlalu kasar" sambil memasang infus di lengan saya. Sebenarnya perawat tersebut sangat lembut dalam menyentuh saya. Mereka memang benar-benar "perawat". Lima menit kemudian dokter masuk dan memeriksa keadaan saya, dia menganjurkan untuk memberikan morfin untuk menghilangkan sakit. Sebelum dokter memberikan obat tersebut dia terlebih dahulu telah meminta keizinan saya untuk obat yang keras tersebut. Setelah saya diberikan infus saya tertidur mungkin karena kelelahan melawan kesakitan semalam suntuk dirumah.

Di Banda Aceh penyakit ini kambuh kembali. Dengan pickup L-300 punya kawan saya diantar ke RSUZA, Banda Aceh. Saya terus masuk ke dalam kamar dan menggeliat menahan sakit. Saya tidak menjerit, memang sudah watak saya jika sakit lebih banyak diam dari pada membuang energy dengan berteriak. Hampir setengah jam tidak ada yang datang ke ranjang saya, apakah perawat atau dokter. Saya bertanya kepada pasien disebelah saya yang lebih dulu datang, juga belum mendapat layanan. Dokter dan perawat sebenarnya tidak jauh dari kami, mereka hanya duduk dimeja menulis sesuatu dan berbincang sesuatu yang tidak saya mengerti.

Barulah suara saya keluar, "Apakah dokter dan perawat disini hanya makan gaji buta? Atau sudah lupa tentang tugas mereka untuk melayan orang sakit". Barulah mereka datang ketempat saya dan menanyakan tentang sakit saya. Mereka masih mengandai-andai sakit saya dan saya disarankan untuk menunggu mengambil darah dan dibawa ke Lab. Saya bilang pada dokter, "tolong kasih obat penahan sakit dulu baru sarankan ini itu." Barulah mereka menginfus saya dan memberikan obat penahan sakit. Dua peluru kendali juga masuk lewat lobang belakang saya, kata mereka obat penahan sakit juga. 10 menit kemudian barulah lega. Lalu saya bilang pada dokter untuk tidak melanjutkan perawatan saya, karena sakit ini dari ginjal saya yang kambuh dan saya akan pulang ke Amerika, disana nanti akan saya berobat kembali. Barulah mereka melayan saya dengan lebih baik karena baru mereka tau saya sebagai orang asing di Aceh.

Rumah sakit ini (RSUZA) juga sangat kotor, saya takut menular penyakit orang lain terhadap saya jika lama-lama di rumah sakit ini. Terlihat pada ranjang darah-darah kering dan kotoran lainnya. Mereka tidak peduli dengan kebersihan Rumah Sakit, mereka telah lupa tujuan rumah sakit itu untuk apa. Apakah untuk mengobati pasien atau untuk menularkan penyakit dari pasien A ke pasien B.

3 comments:

  1. THAT RAJA EK KAH MUSANNA

    ReplyDelete
  2. Keupeue neukheun raja ek keu si Musanna, ken beutei lagee djih peugahnjan. Rumoh saket di AS ata kafee gleh dan djroh ajanandjih seureuta hana pileh bulee lagee rumoh saket di Norway. Rumoh saket di Acheh paken djeuet lageenjan? Peuenjan rumoh saket Iseuam atawa rumoh saket munafek. Tjipike beulhok paken realitadjih lageenjan. Sapat hana deueh fenomena njeng meu Iseulam. Peugahdroe Seurambi Makkah dan banggalom, hana geuteupeue Mekkah uroenjoe kadjibeudeh warna abu Lahab, kenle warna Nabi Muhammad saww.

    ReplyDelete
  3. Maklum nek acheh , di acheh kalé apa bangai.

    ReplyDelete

Please give good feed back

Menurut pandangan saudara, bagaimana Atjeh kedepan?

forex trading